Siapa Berhak Masuk Surga

Pertanyaan ini muncul, karena sedikitnya ada empat berita populer global kontemporer saat ini.

Satu diantaranya ialah keinginan Presiden AS, Donald Trump, 79, yang dengan memprakarsai perjanjian damai Ukraina- Rusia dapat meningkatkan peluangnya masuk surga. Bukan cuma itu, dengan prakarsa itu ia ingin meraih hadiah Nobel.

Keinginan demikian sah-sah saja, baik sebagai seorang Kepala Negara maupun sebagai seorang yang taat dalam beragama (Nasrani). Lebih-lebih dengan pengalaman hidup yang relatif lama, 79 tahun. Masuk surga adalah dambaan dan idola setiap orang dimanapun dia.

Hidup damai adalah obsesi banyak orang bahkan setiap orang yang berpikiran sehat. Perang bukanlah solusi, namun pilihan darurat _emergency_ karena sejumlah opsi yang tertutup dan _dead lock_ .

Dari dua pola pikir itu, bila dikaitkan dengan Al-Qur’an ada kesamaannya tetapi juga ada perbedaannya. Hidup damai atau _as-Silm_ adalah bagian dari makna esensial ajaran Islam yang sejalan dengan tujuan diturunkannya al-Qur’an (QS.al-Baqarah,2:208)(Lihat : Prof.Dr.Mahmud Syaltut, _Al-Islam ‘Aqidatun wa Syari’atun,_ Dar al-Qalam, 1966).  

Semua ajaran syari’at dalam Islam dimaksudkan salah satunya ialah untuk mewujudkan _al-Mashlahah al-‘Ammah_ kemaslahatan umum yang merata bagi semua manusia. Hidup demikian adalah hidup damai _as-Silm fi al-Hayah_ .

Bukti faktual dan historik yang tidak terbantahkan adalah semua lokasi perang dalam sejarah Islam terjadi di sekitar Madinah. Lihat saja Badar yang jaraknya lebih dekat ke Madinah ketimbang Mekah. Artinya, yang terjadi adalah Rasulullah,saw dan umat Islam diagresi dan di-intervensi. Jadi, Islam bukanlah _agressor_ melainkan melangsungkan strategi defensif aktif. Karena, perang bukan tujuan tetapi hidup damai yang menjadi obsesi.

Mengapa damai, karena esensi ajaran Islam adalah membawa keselamatan _as-Salam_ baik hidup di dunia maupun di akhirat (QS.al-Baqarah,2:201).

Yang berbeda terletak pada siapa sesungguhnya yang berhak masuk surga. Pernah sejumlah pendeta Yahudi mengunjungi kediaman Rasulullah,saw di Madinah dan berkata tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi. Tidak lama, datang pula sejumlah pendeta Nasrani dan meng- _claim_ cuma mereka yang bakal masuk surga (QS.al-Baqarah,2:111).

Kala itu, Allah swt memberikan bimbingan dan panduannya pada Rasulullah,saw dengan mengatakan, “Itu (hanya) angan-angan mereka. Katakanlah, “Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar ” (QS.al-Baqarah,2:111).

Lalu, siapa yang berhak masuk surga. Dijawab Allah swt dalam ayat berikutnya. Yang bakal masuk surga, menurut Allah,swt dalam ayat berikutnya adalah mereka yang memenuhi dua kriteria yaitu _pertama_ , menyerahkan diri pada Allah _aslama wajhahu lillahu_. Kriteria kedua, _wa huwa muhsinun_ orang itu haruslah yang selalu berbuat baik.

Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam Tafsir Jalalayn mengatakan orang yang masuk surga haruslah orang yang bertauhid atau _muwahhidun_. Mengikuti pemahaman ini, maka Yahudi dan Nasrani tidak memenuhi kriteria kedua ini.

Sebab, mereka dalam al-Qur’an tidak lagi murni dalam tauhid. Mereka, Yahudi mengatakan bahwa Uzair putra Allah, begitu juga Nasrani mengatakan Al-Masih putra Allah (QS.at-Taubah,9:30).

Lalu, siapa yang bakal masuk surga. Mereka adalah orang Islam, terambil dari kata _aslama_ yang menurut Prof.Mahmud Syaltut adalah orang Islam, dari kata _aslama-yuslimu- islaman-muslimun_. Ini bukan _ultimate truth claim_ tetapi bersumber dari Allah, swt langsung dalam kitab sucinya yang tidak diragukan kebenarannya (QS.al-Baqarah,2:2).

Jadi, apa yang menjadi obsesi Presiden negara adi daya itu – dalam perspektif al-Qur’an – baru sebatas ilusi atau angan-angan belaka. Allah menyebutnya dengan _tilka amaniyyuhum_ (QS.al-Baqarah,2:111).

Lalu, bagaimana membuktikan kebenaran informasi _qur’ani_ itu. Jawabnya, Allah swt lah yang nanti di hari kiamat yang akan memutuskan kebenaran _claim_ tersebut (QS.Luqman,31:22-23).

Berangkat dari pertimbangan di atas, kita tetap pada posisi menghormati pikiran, dan pandangan dari siapapun. Termasuk dalam konteks ini datang dari pemimpin negara besar itu. Tetapi, sebagai mukmin kita punya pendirian dan keyakinan serta _aqidah_ yang kokoh. Karenanya, tetaplah dalam _aqidah islamiyyah_ dan terus berpegang pada kitab suci al-Qur’an. Semoga Allah swt meneguhkan keyakinan yang benar dan menjelaskan bahwa yang benar itu benar, dan yang salah itu salah. _Wa Allah yahdi ila sawa’is sabil_ .

You May Also Like