BIARAWATI & PASTOR MENIKAH

Ada yang tidak biasa di Brasil. Seorang biarawati, Lais Dognini, menikah dengan seorang pastor, Jackson Dognini. Sebelumnya, keduanya adalah sosok religius. Namun, karena mengalami depresi, Lais kemudian meninggalkan biara Karmel setelah ditinggalinya selama dua tahun.

Media lokal, O’Global memberitakan seharusnya menurut aturan gereja katolik keduanya tidak menikah, karena memenuhi panggilan suci. Namun, sejalan dengan berjalannya waktu, keduanya kemudian bertunangan enam bulan lalu dan pekan ini resmi melangsungkan pernikahan.

Cinta tumbuh dan bersemi, sejak April 2024 lalu. Mulanya mereka berdoa dan mengekspresikannya melalui chatting di media sosial dan instagram yang berakhir dengan membina kehidupan baru melalui jenjang pernikahan.

Banyak tanggapan dan komentar khalayak publik di sana. Ada yang mendukung tetapi ada juga yang menyikapi dengan sikap pejoratif. Yang mendukung mengatakan bahwa ini bukanlah bentuk pelarian dari panggilan suci agama melainkan karena kesucian cinta anak manusia. Keduanya, tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa dalam diri manusia ada hasrat berupa syahwat terhadap lawan jenis.

Lalu, bagaimana sesungguhnya dalam Islam.  Tulisan ini, tidak bermaksud mencampuri urusan agama lain. Tetapi, sekedar mendudukkan persoalan kemanusiaan secara proporsional sesuai dengan fitrah manusia.

Dalam ajaran Islam, kecenderungan pria pada wanita berupa syahwat atau neigingen adalah merupakan karunia Allah,swt dan rahmat serta kasih sayang-Nya (QS.Ali Imran,3:14). 

Karenanya, menyalurkan kecenderungan psikologis itu dalam bentuk yang lebih konkrit dengan cara yang benar sesuai syariat seperti pernikahan adalah ibadah . Bahkan, dalam hadits Nabi,saw, nikah itu adalah sunnah -ku, siapa yang tidak mengikuti sunnahku bukanlah termasuk umatku (Lihat : Imam Suyuthi dalam Al-Jami’ ash-Shaghir  , 321-323).

Apa yang dilakukan biarawati Lais dan pastor Jackson adalah bentuk pengakuan secara tidak langsung terhadap kebenaran al-Qur’an yang menjunjung tinggi rahmat Allah,swt berupa rasa cinta kasih terhadap lawan jenis. Sekaligus pengakuan adanya fitrah yang dibawa sejak lahir yaitu cinta dan kasih sayang atau mawaddah wa rahmah (QS.ar-Rum,30:21).

Selain itu, pernikahan keduanya adalah juga bentuk pengakuan terhadap kejujuran hati nurani manusia yang suci. Sekaligus bentuk perlawanan terhadap dominasi doktrinal dan anggapan untuk tunduk patuh sepenuhnya pada rahib-rahib nya dan menjadikannya sebagai tuhan selain Allah,swt (QS.at-Taubah,9:31).

Dilihat dari tafsir ayat itu, pernikahan kedua sejoli ini juga bentuk pengingkaran terhadap doktrin kepatuhan pada orang-orang alim dan rahib-rahib mereka yang dilakukan secara membabi buta. Biarpun orang-orang alim itu menyuruh maksiat dan mengharamkan yang halal seperti pernikahan (Lihat : Mushaf Sahmalnour ).

Apa yang dilakukan Lais dan Jackson adalah juga pengakuan jujur bahwa dalam diri manusia terdapat sejumlah insinct atau naluri. Menurut Prof.Dr.Mac Dougall, ada tiga belas instink dalam diri manusia yang salah satunya adalah instink sosial atau naluri untuk hidup berkawan dengan lainnya.

Leslie D.Weatherhead dalam Psychologie en Leven mengatakan ketiga belas instink itu dapat digabungkan ke dalam tiga instink yaitu instink mementingkan diri sendiri atau intinct van het eigenbelang terlihat dari Lais yang karena depresi melarikan diri dari Karmel. Keduanya memutuskan untuk menikah juga wujud dari pengakuan mereka akan adanya instink beraurat atau sexueel instinct dan instink sosial atau kudde instinct.

Pernikahan spektakuler antara Lais dan Jackson yang mantan biarawati dan pastor di Brasil itu adalah bentuk pengakuan terhadap kebenaran ajaran Allah,swt dalam al-Qur’an yang mengapresiasi nilai-nilai luhur fitri dan tuntunan Rasulullah,saw dalam as-Sunnah an-Nabawiyyah yang tidak mentolerir kepadrian, seperti sabda beliau,saw laa rahbaniyyata fi al-Islam.(Lihat : Muhammad bin Allan ash-Shiddiqi asy-Syafi’i dalam Dalil al-Falihin , syarh Riyadh ash-Shalihin , Dar al-Kitab al-‘Araby, Beirut, Libanon).

Sekali lagi, fakta aktual ini bukti yang tidak terbantahkan terhadap kebenaran ajaran Islam. Lalu, sikap elegan yang patut kita bangun adalah tetap teguh dalam ‘ aqidah islamiyyah serta terus menjalankan ajaran syari’at dalam Islam serta tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran akhlaq Islam. Terus istiqamah di jalan Islam adalah mulia dan selamat dalam meraih akhir hidup yang bahagia husn al-khatimah (QS.Fushilat,41:30).

🪶Dr. Soetrisno Hadi, SH, MM, MSi